Kamis, 05 Maret 2015

SISTEM INFORMASI KESEHATAN



BAB 1 PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui pengelolaan pembangunan kesehatan yang disusun dalam Sistem Kesehatan Nasional. Komponen pengelolaan kesehatan tersebut dikelompokkan dalam tujuh subsistem, yaitu : upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Tantangan pembangunan kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya yang cukup serta arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Namun, seringkali para pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan dalam hal pengambilan keputusan yang tepat karena keterbatasan atau ketidaktersediaan data dan informasi yang akurat, tepat, dan cepat. Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat strategis dalam pengelolaan pembangunan kesehatan yaitu pada proses manajemen, pengambilan keputusan, kepemerintahan dan penerapan akuntabilitas.

Kebutuhan akan data dan informasi disediakan melalui penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan, yaitu dengan cara pengumpulan, pengolahan, analisis data serta penyajian informasi. Saat ini Sistem Informasi Kesehatan (SIK) masih terfragmentasi serta belum mampu menyediakan data dan informasi yang handal, sehingga SIK masih belum menjadi alat pengelolaan pembangunan kesehatan yang efektif. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pesat memberikan kemudahan dalam pengguatan dan pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Saat ini sudah ada kebutuhan-kebutuhan untuk memanfaatan TIK dalam SIK (eHealth) agar dapat meningkatkan pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu SIK saat ini menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, rumah sakit, puskesmas dan lain sebagainya. Oleh karena itu pada bab selanjutnya akan dibahas tentang SIK lebih khususnya di dinas kesehatan provinsi.



1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui apa itu sistem informasi kesehatan.

2. Untuk mengetahui apa manfaat dari sistem informasi kesehatan.

3. Untuk mengetahui prinsip dari pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan.

4. Untuk mengetahui situasi dari sistem informasi kesehatan saat ini.

5. Untuk mengetahui bagaimana sistem informasi kesehatan yang ada di dinas kesehatan provinsi.












BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Sistem Informasi Kesehatan

Sistem Informasi Kesehatan yang selanjutnya disebut SIK adalah suatu sistem terintegrasi yang mampu mengelola data dan informasi publik (pemerintah, masyarakat dan swasta) di seluruh tingkat pemerintahan secara sistematis untuk mendukung pembangunan kesehatan.

Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi adalah Sistem Informasi Kesehatan yang menyediakan menjalankan mekanisme saling hubung antar subsistem informasi dan lintas sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan keperluannya, sehingga data dari suatu sistem secara rutin dapat melintas/mengalir, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain.

Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disebut TIK adalah segala kegiatan yang terkait dengan pemprosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media.

Pemangku Kepentingan SIK adalah suatu unit/organisasi yang terkait dengan pelaksanaan/pengembangan SIK. Pemangku Kepentingan SIK terdiri dari pemangku kepentingan SIK bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan.

eHealth adalah pemanfaatan TIK di sektor kesehatan terutama untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Pemangku Kepentingan SIK adalah suatu unit/organisasi yang terkait dengan pelaksanaan/pengembangan SIK. Pemangku Kepentingan SIK terdiri dari pemangku kepentingan SIK bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan.

Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan virtual sistem informasi kesehatan elektronik yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan dan hanya bisa diakses bila telah dihubungkan. Jaringan SIKNAS merupakan infrastruktur jaringan komunikasi data ter-integrasi dengan menggunakan Wide Area Network (WAN), jaringan telekomunikasi yang mencakup area yang luas serta digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara Local Area Network (LAN) yang berbeda, dan arsitektur jaringan lokal komputer lain-nya.





2.2 Manfaat Sistem Informasi Kesehatan

Begitu banyak manfaat Sistem Informasi Kesehatan yang dapat membantu para pengelola program kesehatan, pengambil kebijakan dan keputusan pelaksanaan di semua jenjang administrasi (kabupaten atau kota, propvinsi dan pusat) dan sistem dalam hal berikut:

1. Mendukung manajemen kesehatan

2. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan

3. Mengintervensi masalah kesehatan berdasarkan prioritas

4. Pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan kesehatan berdasarkan bukti (evidence-based decision)

5. Mengalokasikan sumber daya secara optimal

6. Membantu peningkatan efektivitas dan efisiensi

7. Membantu penilaian transparansi

SIK adalah bagian penting dari manajemen kesehatan yang terus berkembang selaras dengan perkembangan organisasi. SIK membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan sehari-hari, intervensi cepat dalam penanggulangan masalah kesehatan, dan untuk mendukung manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat terutama dalam penyusunan rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Pada saat ini dengan kemajuan Teknologi Komunikasi Informasi (TIK) yang pesat mewujudkan SIK yang baik menjadi hal yang mungkin, tentunya dengan mengaplikasikan kaidah-kaidah informasi seperti melaksanakan prosedur secara konsisten dan rutin, menyediakan sumber daya yang memadai dan memperoleh dukungan/komitmen pimpinan dalam pengembangan, dan pemanfatan data/informasi yang dihasilkan.



2.3 Prinsip Pengembangan Dan Penguatan Sik

Pengembangan dan penguatan SIK dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pemanfaatan TIK.

Pemanfaatan TIK diperlukan untuk mendukung sistem informasi dalam proses pencatatan data agar dapat meningkatkan akurasi data dan kecepatan dalam penyediaan data untuk diseminasi informasi dan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses kerja serta memperkuat transparansi.

2. Keamanan dan Kerahasiaan data.

Sistem Informasi yang dikembangkan dapat menjamin keamanan dan kerahasiaan data.

3. Standarisasi.

Agar SIK terstandar perlu menyediakan pedoman nasional untuk pengembangan dan pemanfaatan TIK.

4. Integrasi.

SIK yang dikembangkan dapat mengintegrasikan berbagai macam sumber data, termasuk pula dalam pemanfaatan TIK.

5. Kemudahan akses.

Data dan informasi yang tersedia mudah diakses oleh semua pemangku kepentingan.

6. Keterwakilan.

Data dan informasi yang dikumpulkan harus dapat ditelusuri lebih dalam secara individual dan aggregate, sehingga dapat mengambarkan perbedaan gender, status sosial ekonomi, dan wilayah geografi.

7. Etika, integritas dan kualitas



2.4 Situasi Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Saat Ini

Kebutuhan terhadap data/informasi yang akurat makin meningkat namun ternyata sistem informasi saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu. Berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan SIK, diantaranya adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama penyelenggara SIK terhadap SIK. Penyelenggaraan SIK itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien, terjadi “Redundant” data, dan duplikasi kegiatan, selain itu kualitas data yang dikumpulkan masih rendah, bahkan ada data yang tidak sesuai dengan kebutuhan, ketepatan waktu laporan juga masih rendah, sistem umpan balik tidak berjalan optimal, pemanfaatan data/informasi di tingkat daerah (Kabupaten/Kota) untuk advokasi, perencanaan program, monitoring dan manajemen masih rendah serta tidak efisiennya penggunaan sumber daya. Hal ini antara lain karena adanya “overlapping” kegiatan dalam pengumpulan, dan pengolahan data, di setiap unit kerja di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Selain itu kegiatan pengelolaan data/informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Hal tersebut merupakan masalah-masalah yang dihadapi SIK saat ini dan perlu dilakukan upaya untuk perbaikan dan penguatannya.



2.5 Model Sistem Informasi Kesehatan (Sik) Nasional

Penguatan SIK dilakukan dengan mengembangkan model SIK nasional yaitu SIK yang terintegrasi. SIK yang terintegrasi adalah sistem informasi yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai. Dengan demikian data dari satu sistem secara rutin dapat mengalir, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain.

Integrasi mencakup sistem secara teknis (sistem yang bisa berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten (data set yang sama). Bentuk fisik dari SIK terintegrasi adalah sebuah aplikasi sistem informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi sistem informasi puskesmas, aplikasi sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi. Pada model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubung dan saling terkait, yaitu :

1. Sumber Data Manual

2. Sumber Data Komputerisasi

3. Sistem Informasi Dinas Kesehatan

4. Sistem Informasi Pemangku Kepentingan

5. Bank Data Kesehatan Nasional

6. Penggunaan Data oleh Kementerian Kesehatan

7. Pengguna Data



2.6 Sistem Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi

Sistem informasi kesehatan di dinas kesehatan merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan baik kabupaten/kota dan provinsi. Laporan yang masuk ke dinas kesehatan kabupaten/kota dari semua fasilitas kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) dapat berupa laporan softcopy dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari fasilitas kesehatan milik provinsi.

Seperti diketahui bersama bahwa Informasi yang disiapkan dengan baik di unit-unit kesehatanakan membantu pembuatan keputusan keputusan dalam unit kesehatan tersebut karenadapat berfungsi sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan. Disadari bahwa perkembangan sistem informasi kesehatan sangatlah cepat, tidak hanya disebabkan karena perubahan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya, akan tetapi juga metode-metode pemanfaatan data untuk pengelolaan pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan selalu mengalami perkembangan.

Efisiensi dalam pengelolaan informasi kesehatan menjadi sangat penting karena menyangkut pengendalian biaya pelayanan kesehatan dan efisiensi waktu. Dalam hal ini, pemanfaatan data dalam pengelolaan kasus klinis untuk level individu maupun dalam tingkat kesehatan masyarakat menjadi mutlak diperlukan. Seiring dengan perkembangan sistem informasi, kebutuhan data/informasi yang akurat makin meningkat, namun ternyata sistem informasi yang ada saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu.

Berbagai permasalahan yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan saat sekarang ini. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab bersama untuk memperbaiki /melengkapi bahkan menyempurnakan sistem yang ada saat ini menjadi sesuatu yang optimal yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak.



2.6.1 Sistem Informasi Kesehatan di Provinsi Sulawesi Tengah

Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah sistem informasi yang mampu menghasilkan data/informasi kesehatan yang akurat, lengkap, sesuai kebutuhan (relevan) dan tepat waktu.

Untuk itu Pusdatin Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan suatu software aplikasi yang berlaku secara nasional yang disebut “SIKDA Generik”. Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kab/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah melalui UPT. Surveilans, Data, dan informasi telah melakukan uji coba aplikasi SIKDA Generik di salah satu puskesmas terpilih yaitu, Puskesmas Kawua Kab. Poso. Implementasi SIKDA Generik di Puskesmas Kawua didahului dengan sosialisasi dan pelatihan SIKDA Generik yang telah dilaksanakan pada Bulan Oktober 2012. Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam mengoperasikan software aplikasi SIKDA Generik sehingga terwujud pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

Konsep pelaksanaan aplikasi SIKDA Generik di puskesmas adalah perekaman data elektronik dimulai dari Loket Pendaftaran kemudian secara otomatis terbaca di Ruang Pelayanan sesuai kebutuhan pasien untuk dilakukan pelayanan kesehatan sampai di apotik sebagai tempat pengambilan obat yang dilakukan dengan komputerisasi yang terhubung dengan jaringan sehingga diharapkan waktu tunggu menjadi lebih cepat dan pelayanan menjadi efektif dan efisien.Puskesmas Kawua menjadi Puskesmas Uji Coba pertama di Provinsi Sulawesi Tengah dan didukung penuh oleh Kepala Puskesmas Kawua dan jajarannya dalam memanfaatkan SIKDA Generik secara optimal. Diharapkan kedepan dengan dilaksanakannya penerapan aplikasi SIKDA Generik secara menyuluruh di Provinsi Sulawesi Tengah, maka dapat diperoleh data dan informasi yang berkualitas, lengkap, valid/akurat, dan tepat waktu secara efektif dan efisien.






BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan

1. Sistem Informasi Kesehatan yang selanjutnya disebut SIK adalah suatu sistem terintegrasi yang mampu mengelola data dan informasi publik (pemerintah, masyarakat dan swasta) di seluruh tingkat pemerintahan secara sistematis untuk mendukung pembangunan kesehatan.

2. Sistem Informasi Kesehatan dapat membantu para pengelola program kesehatan, pengambil kebijakan dan keputusan pelaksanaan di semua jenjang administrasi (kabupaten atau kota, propvinsi dan pusat) dan sistem dalam hal berikut: mendukung manajemen kesehatan, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan, mengintervensi masalah kesehatan berdasarkan prioritas, pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan kesehatan berdasarkan bukti (evidence-based decision), mengalokasikan sumber daya secara optimal, membantu peningkatan efektivitas dan efisiensi, membantu penilaian transparansi.

3. Pengembangan dan penguatan SIK dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: pemanfaatan tik, keamanan dan kerahasiaan data, standarisasi, integrasi, kemudahan akses, keterwakilan,etika, integritas dan kualitas.

4. Kebutuhan terhadap data/informasi yang akurat makin meningkat namun ternyata sistem informasi saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu.

5. Penguatan SIK dilakukan dengan mengembangkan model SIK nasional yaitu SIK yang terintegrasi. SIK yang terintegrasi adalah sistem informasi yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai.

6. Sistem informasi kesehatan di dinas kesehatan merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan baik kabupaten/kota dan provinsi.





3.2 Saran

Sistem informasi kesehatan perlu perhatian yang lebih dari para pemerintah, pihak swasta dan sektor terkait lainnya agar dapat tercapai sistem informasi yang akurat, lengkap dan tepat waktu.






DAFTAR PUSTAKA



KEPMENKES RI. 2012. ROADMAP Sistem Informasi kesehatan Tahun 2012-2014.(online)(http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20192%20ttg%20Roadmap%20Aksi%20Penguatan%20SIK%20Indonesia.pdf) Diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 15.40 wita

KEPMENKES RI NOMOR 192/MENKES/SK/VI/2012 TENTANG RENCANA AKSI PENGUATAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN INDONESIA. 2012. (online) (www.depkes.go.id/downloads/roadmap%20SIK_final.pdf). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 15.20 wita

Pengertian Sistem Informasi Kesehatan. 2012. (online) (http://.pengertiansik.com/2012/12/sik-sistem-informasi-kesehatan.html) Diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 15.00 wita

Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2008. (online) (www.depkes.go.id/downloads/profil/prov_sulut_2008.pdf) Diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 15.30 wita

Titin. 2012. Uji Coba aplikasi SIKDA Generik di Provinsi Sulawesi Tengah. (online)(http://www.dinkes.sulteng.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=70:uji-coba-aplikasi-sikda-generik-di-provinsi-sulawesi-tengah-&catid=30:upt-survailance-data-dan-informasi-surdatin&Itemid=70) Diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 16.00 wita










SAMPAH DAN CARA PENGOLAHANNYA

SAMPAH
Menurut devinisi WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disengajai, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Pembagian sampah padat
Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut :
1.     Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya : organik
·       Organik, misalnya sisa makanan, daun sayur dan buah
·       Anorganik, misalnya logam, pecahan-pecahan, abu dan lain-lain
2.     Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar :
·       Mudah terbakar, misalnya kertas plastic, daun kering, dan kayu
·       Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan lain-lain
3.     Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk :
·       Mudah membusuk, mis sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya
·       Sulit membusuk, mis karet, plastic, kaleng, dan lain sebagainya
4.     Berdasarkan ciri atau karateristik smapah :
·       Garbagr,  terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukan seringkal menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan ditempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.
·       Rubbish, terbagi menjadi dua :
·       Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, mis kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya
·       Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, mis kaca, kaleng, dan sebagainya.

Faktor yang mempengaruhi jumlah sampah
1.     Jumlah penduduk
Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk semakin meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri dan sebagainya.
Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai.
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak levih lambat jika dibandingkan dengan truk.
Pengambilan bahan bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali.
Metode ini dilakikan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya tinggi, samapah yang tertinggal sedikit.
2.     Faktor Geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah didaerah pegunungan, lembah, pantai, atau dataran rendah.
3.     Faktor waktu
Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah sampah perhari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih banyak daripada jumlah dipagihari, sedangkan sampah di daerah pedesaan tidak begitu bergantung pada faktor waktu
4.     Faktor sosial  ekonomi dan budaya
Contoh, adat-isitadat dan taraf hidup dan mental masyarakat
Kebiasaan masyarakat
Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman. Sampah makanan itu akan meningkat.

5.     Kemajuan teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat.
6.     Jenis sampah
Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula macam dan jenis sampahnya.

Sumber sampah
Sampah yang ada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut ,
1.     Pemukiman penduduk, sampah disuatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubish), abu atau sampah sisa tumbuhan.
2.     Tempat umum atau tempat perdagangan, tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga tempat perdagangan. Jenis-jenis sampah yang dihasilkan berupa sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa bahan bangunan, sampah khusus dan trkadang sampah berbahaya
3.     Sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah, contohnya jalan umum, tempat hiburan umum, btempat parker, tempat layanan kesehatan, kompleks militer, gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan sarana pemerintah yang lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah kering.
4.     Industri berat dan ringan, dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum, dan kegiatan industri lainya baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus, dan sapah berbahaya.
5.     Pertanian, sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, lading, ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga.

Pengolahan sampah padat
Ada beberapa beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah pada yang baik diantaranya tahap pengumpulan,dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan, dan tahap pemusnahan.
1.     Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat
Sampah yang ada dilokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, dan sebagainya) ditempatkan di tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya. Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi pernyaratan berikut.
·       Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor
·       Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan
·       Ukuran sesuai sehingga mudh diangkut oleh satu orang
Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Fipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Untuk membangun suatu dipo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya :
·       Dibangun diatas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengangkut sampah
·       Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu  untuk mengambil sampah
·       Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan binatang lain masuk kedalam dipo
·       Ada kran air untuk membersihkan
·       Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus
·       Mudah dijangkau masyarakat
Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu sistem duet (tempat sampah kering dan tempat sampah basah) dan sistem trio (tempat sampah basah, sampah kering, dan tidak mudah terbakar.

2.     Tahap pengangkutan
Dari dipo, sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.

3.     Tahap pemusnahan
Didalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain :
a.     Sanitary landfill
b.     Sanitary landfill, adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah  dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada diruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut :
·       Tersedia tempat yang luas,
·       Tersedia tanah untuk menimbunnya
·       Tersedia alat-alat besar
Lokasi Sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi dapat dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya.

c.     Incineration
Incineration atau insineraasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini adalah :
·       Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya
·       Tidak memerlukan ruang yang luas
·       Panas yang dihasilkan dapat dihasilkan dapat dipakai sebagai uap
·       Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur sesuai kebutuhan
Adapun kerugian yang dapat ditimbulkan akibat penerapan metode ini :
·       Biaya besar
·       Lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk

d.     Composting
Composting,merupakan pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembususk pada kondisi ttertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk


e.     Hot feeding
Pembersihan sejenis garbage kepada hewan ternak. (mis. Babi). Perlu diingat bahwa sampah basah tersebut harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing Trichinosis kehewan ternak.

f.      Discharge to sewers
Pengolahan sampah dengn cara sampah dihaluskan kemudian dimasukan kedalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.

g.     Dumping
Sampah dibuang atau diletakan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah.

h.     Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungan atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir

i.      Individual inceneration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasanya dilakukan oleh penduduk terutama di daerah pedesaan.

j.      Recyclin
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau daur ulang. Contoh bagaian sampah yang dapat didaur ulang, antara lain plastic, gelas, kaleng, besi dan sebagainya.

k.     Reduction
Metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak.

l.      Salvaging

Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya kertas bekas. Bahanya bahwa metode ini dapat menularkan penyakit

LAPORAN MAGANG DI PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA (BKKBN) PROVINSI SULAWESI UTARA

Judul : 
PENTINGNYA PENDIDIKAN GIZI REMAJA MELALUI PROGRAM PUSAT INFORMASI DAN KONSELING REMAJA (PIK-R)
Oleh : TRIE WAHYUNI MERTA, SKM

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia pada kelompok umur 10-24 tahun (remaja) sekitar 27,6% atau kurang lebih 64 juta jiwa, dari total penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah yang banyak ini memerlukan perhatian khusus dari semua pihak, dikarenakan usia remaja adalah masa pencarian jati diri, ditambah lagi dengan arus globalisasi dan informasi yang kian tak terkendali, mengakibatkan perilaku hidup remaja menjadi tidak sehat yang selanjutnya apabila dibiarkan terus-menerus akan mempengaruhi kualitas suatu bangsa. (Arisman, MB 2010)

Keluarga merupakan wadah pertama dan utama dalam pembangunan bangsa, memiliki peran dan tanggung jawab dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pembinaan kepada keluarga yang mempunyai remaja agar dapat mengasuh dan membina remaja sebagai generasi penerus yang bertanggung jawab, dan berperilaku sehat.

Masalah kesehatan remaja berawal pada usia yang sangat dini. Penyakit infeksi dan malnutrisi ketika anak-anak misalnya, akan menjadi beban pada usia remaja. Selain, penyakit atau kondisi yang terbawa sejak lahir, penyalahgunaan obat, kecanduan alkohol dan rokok serta hubungan seksual terlalu dini, terbukti menambah beban para remaja. Dalam beberapa hal, masalah gizi remaja, serupa dan/atau merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, serta kelebihan dan kekurangan berat badan. (Arisman, MB 2010)

Masa remaja merupakan perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, pada masa ini, terjadi perubahan yang sangat menakjubkan, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Perubahan ini perlu ditunjang oleh kebutuhan gizi yang sehat dan seimbang. Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa rawan gizi, karena tingginya kebutuhan gizi namun, sebagian besar remaja tidak tahu cara memenuhi kebutuhan gizinya. (Arisman, MB 2010)

Mengembangkan gambaran (image) tentang bentuk fisik dirinya termasuk tubuh dewasa adalah tugas intelektual dan emosional yang saling berhubungan dengan isu gizi. Remaja sering merasa tidak nyaman dengan perubahan tubuh yang cepat. Pada waktu bersamaan karena pengaruh lingkungan, mereka ingin seperti temannya yang sempurna, dan merupakan idola dari budaya mereka. Hal ini dapat menyebabkan remaja mencoba mengubah tubuh dengan memanipulasi diet. Remaja yang mempunnyai gambaran tentang tubuh dewasanya mungkin membatasi asupan makananya sebagai akibat berat badan yang bertambah karena perkembangan karateristik seksual sekundernya. Remaja laki-laki yang menginginkan penampilan otot seperti laki-laki dewasa cenderung menggunakan suplemen gizi yang salah. (Almatsie S. 2011) Oleh karena itu, diperlukan suatu program yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan peyiapan diri remaja menyongsong kehidupan berkeluarga yang lebih baik, menyiapkan pribadi yang matang dalam membangun keluarga yang harmonis, dan memantapkan perencanaan dalam menata kehidupan untuk keharmonisan keluarga. (BKKBN 2013)

Sebagai Implementasi Undang-Undang No.52 Tahun 2009, Tentang Perkembngan dan Pembangunan Keluarga, pasal 48 ayat 1 (b) yang mengatakan bahwa “Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga”, maka BKKBN sebagai salah satu institusi pemerintah harus mewujudkan tercapainya peningkatan kualitas remaja melalui Program Generasi Berencana (GenRe). (BKKBN 2013)

Melalui program GenRe, dilakukan dengan dua arah pendekatan program, Kelompok Bina Keluarga Berencana (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M).

1.2 Tujuan Magang

1.2.1 Tujuan Umum

Diharapkan setelah selesai mengikuti kegiatan magang, peserta magang telah mampu dan terampil dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan praktik yang diperoleh selama menempuh pendidikan di FKM Unsrat, serta memperoleh gambaran mengenai tugas, fungsi dan tanggung jawab Sarjana Kesehatan Masyarakat di instansi/unit kerja pemerintah maupun suasta.

1. Bagi Peserta Magang (Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2014)

a) Mampu mengidentifikasi dan menjelaskan tentang organisasi, sistem manajemen, prosedur kerja dan ruang lingkup pelayanan di tempat magang (Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, perusahaan dan instansi lainnya baik milik pemerintah maupun swasta).

b) Mampu mngengidentifikasi masalah, merumuskan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (problem solving) yang ada di tempat magang.

c) Mampu melakukan tindakan-tindakan standar yang umum dilaksanakan dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat, ditekankan pada bidang minat yang digeluti.

d) Mampu bekrja sama dengan orang lain dalam satu tim sehingga diperoleh manfaat bersama baik bagi peserta magang maupun instansi tempat magang.

2. Bagi Fakultas dan Tempat Magang (Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2012)

a) Fakultas mendapat masukan yang berguna untuk penyempurnaan kurikulum dalam upaya mendekatkan diri dengan kebutuhan pasar kerja.

b) Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tempat magang .

c) Membina dan meningkatkan kerja sama antara FKM dengan instansi/unit kerja pemerintah maupun swasta tempat mahasiswa melaksanakan magang.

Membuka peluang kerja bagi para lulusan untuk berkarir di instansi/unit kerja pemerintah maupun swasta.



1.2.2 Tujuan Khusus

a) Bagi Peserta Magang

- Mampu mengidentifikasi dan menjelaskan tentang organisasi, sistem manajemen, prosedur kerja dan ruang lingkup pelayanan di kantor BKKBN Provinsi Sulawesi Utara.

- Mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (problem solving) yang ada di tempat magang BKKBN Provinsi Sulawesi Utara.

- Mampu melakukan tindakan-tindakan standar yang umum dilaksanakan dalam bidang minat gizi.

- Mampu bekerja sama dengan orang lain dalam satu tim sehingga diperoleh manfaat bersama baik bagi peserta magang maupun instansi tempat magang.

b) Bagi Fakultas dan Tempat Magang

- Fakultas mendapat masukan yang berguna untuk penyempurnaan kurikulum dalam upaya mendekatkan diri dengan kebutuhan pasar kerja

- Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tempat magang

- Membina dan meningkatkan kerja sama antara Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan instansi/unit kerja pemerintah maupun swasta tempat Mahasiswa melaksanakan magang

- Membuka peluang kerja bagi para lulusan untuk berkarir di instansi/unit kerja pemerintah maupun swasta

1.3 Manfaat Magang

1.3.1 Bagi Mahasiswa

a) Mendapatkan pengalaman dan keterampilan yang berhubungan dengan Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat, terutama sesuai bidang peminatan yaitu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Gizi Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja, serta Epidemiologi.

b) Terpapar dengan kondisi dan pengalaman kerja dilapangan.

c) Mendapatan pengalaman menggunakan metode analisis masalah yang tepat terhadap permasalahan yang ditemukan di tempat maang.

d) Memperkaya kajian dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama sesuai bidang minat yang digeluti.

e) Penemuan baru mengenai analisis permasalahan dan kiat-kiat pemecahan masalah kesehatan.

f) Memperoleh gambaran peluang kerja bagi Sarjana Kesehatan Masyarakat.

g) Mendapatkan bahan penulisan skripsi/karya ilmiah.

1.3.2 Bagi Tempat Magang

1. Tempat magang dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu penyelesaian tugas-tugas yang ada sesuai kebutuhan di unit kerja masing-masing.

2. Tempat magang mendapatkan alternative calon pegawai/karyawan yang telah dikenal kualitas dan kredibilitasnya.

3. Turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan perguruan tinggi dalam menciptakan lulusan yang berkualitas, trampil dan memiliki pengalaman kerja.


1.3.3 Bagi Fakultas

1. Laporan magang dapat menjadi salah satu bahan audit internal kualitas pengajaran.

2. Memperkenalkan program kepada stakeholders terkait.

3. Mendapatkan masukan bagi pengembangan program.

4. Terbinanya jaringan kerja sama dengan tempat magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.


1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang

Waktu pelaksanaan magang selama 4 minggu, yaitu mulai dari tanggal 13Januari- 7 Januari 2014 dan tempat pelaksanaan magang di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Sulawesi Utara.

BAB II. GAMBARAN UMUM
2.1 Analisis Situasi Umum

2.1.1 Sejarah BKKBN

Di Luar Negeri

Upaya Keluarga Berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes (19880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh. Di Amerika Serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-1966) dengan program “birth control” nya merupakan pelopor KB Modern.

Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada Nopember 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi International di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control League.

Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood yang dalam konferensinya di New Delhi pada tahun 1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.

Periode Perintisan (1950-an – 1966)

Sejalan dengan perkembangan KB di luar negeri, di Indonesia telah banyak dilakukan usaha membatasi kelahiran secara tradisional dan bersifat individual. Dalam kondisi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan di Indonesia cukup tinggi, upaya mengatur kelahiran tersebut makin meluas terutama di kalangan dokter. Sejak tahun 1950-an para ahli kandungan berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan merintis Bagian Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Diantara pelopor keluarga berencana tersebut Dr. Sulianti Saroso.

Pada tahun 1957, didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana yang dalam perkembangannya berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Namun dalam kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai satu-satunya organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan, terutama KUHP nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan keluarga berencana(KB). Pada tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman.

Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB Nasional

Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta diambil keputusan diantaranya bahwa PKBI dalam usahanya mengembangkan dan memperluas usaha keluarga berencana (KB) akan bekerjasama dengan instansi pemerintah. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.

Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:

a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

Periode Pelita I (1969-1974)

Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan Periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, untuk itu pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat.

Periode Pelita II (1974-1979)

Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.

Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

Periode Pelita III (1979-1984)

Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.

Periode Pelita IV (1983-1988)

Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.

Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

Periode Pelita V (1988-1993)

Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi.

Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Periode Pelita VI (1993-1998)

Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian.

Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.

Pada pelita VI, fokus kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan kelaurga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).

Periode Reformasi

Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan. Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.

Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN yang baru oleh Menteri Kesehatan DR.dr. Siti-Fadilah Supari, SPJP (K), Menteri Kesehatan pada tanggal 24 Nopember 2006. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Setelah dr. Sugir Syarief memasuki masa pensiun, terjadi kevakuman selama hampir sembilan bulan. Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pelantikan ini dilakukan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

2.1.2 Visi dan Misi BPPKP

Visi BKKBN adalan “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015”. Visi ini mengacu kepada Fokus pembangunan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 serta visi dan misi Presiden yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-1014. Mencapai kondisi penduduk tumbuh seimbang merupakan slah satu prioritas pembangunan nasional yaitu mewujudkan pertumbuhan penduduk yang stabil yang ditandai dengan menurunya angka fertilitas (TFR) menjadi 2,1 perwanita atau Net Reproduction Rate (NNR) sama dengan 1. (BKKBN Prov.sulut, 2014)

2.1.2.1 Misi BKKBN

Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, maka telah ditetapkan misi Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana sebagai berikut : “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Dari rumusan misi tersebut secara jelas diamanatkan untuk :

1. Mewujudkan kebijakan pembangunan yang berwawasan kependudukan.

2. Mewujudkan keluarga kecil yang selama ini telah dilakukan melalui program KB

3. Keluarga-keluarga kecil ini diharapkan menjadi keluarga-keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Dengan demikian, dalam organisasi BKKBN yang baru terdapat tiga kedeputian operasional : (1) untuk menangani masalah kependudukan; (2) keluarga berencana; (3) keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga. (BKKBN Prov.sulut, 2014)

2.1.3 Struktur Organisasi

Sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan dibidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adapun pembagian tugas dan fungsi dari BKKBN Prov. Sulut, yang telah diatur dalam Peraturan Kepala BKKBN No.82 Tahun 2011 pasal 5 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi, yaitu sebagai berikut : (BKKBN Prov. Sulut, 2014)

1. Kepala Badan

2. Sekertariat membawahi :

a. Sub Bidang Perencanaan

b. Sub Bidang Umum dan Humas

c. Sub Bidang Keuangan dan BMN

d. Sub Bidang Kepegawaian dan Hukum

e. Sub Bidang Administrasi Pengawasan

3. Bidang Pengendalian Penduduk

a. Sub Bidang Penyusunan Parameter Pengendalian Penduduk

b. Sub Bidang Kerjasama Pendidikan Kependudukan

c. Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan

4. Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

a. Sub Bidang Bina kesertaan KB Jalur Pemerintah dan Swasta

b. Sub Bidang Bina Kesetaraan KB Jalur Wilayah dan Sas. Khusus

c. Sub Bidang Kesehatan Reproduksi

5. Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga

a. Sub Bidang Bina Keluarga Balita, Anak, dan Ketahanan Lansia

b. Sub Bidang Bina Ketahanan Remaja

c. Sub Bidang Pemberdayaan Ekonomi Keluarga

6. Bidang Advokasi, Pergerakan, dan Informasi

a. Sub Bidang Advokasi dan KIE

b. Sub Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Bina Lini Lapangan

c. Sub Bidang Data dan Informasi

7. Bidang Pelatihan dan Pengembangan

a. Sub Bidang Tata Operasional

b. Sub Bidang Program dan Kerjasama

c. Sub Bidang Penyelengaaraan dan Evaluasi

8. Kelompok Jabatan Fungsional

a. Arsiparis

b. Pranata Komputer

c. Pustakawan

d. Peneliti

e. Auditor

f. Widyaiswara

2.1.4 Wilayah Kerja

Cakupan wilayah kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Utara adalah seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah Keluarga Berencana (SKPD-KB) Kabupaten/kota yang berada di provinsi Sulawesi Utara, yaitu sebagai berikut : (BKKBN Prov.sulut, 2014)


KAB/KOTA, SKPD-KB, ALAMAT

1. Kabupaten Bolaang Mongondow

2. Kota Bitung

3. Kab. Minahasa

4. Kab. Kepulauan Sangihe

5. Kab. Kepulauan Talaud

6. Kabupaten Minahasa Selatan

7. Kabupaten Minahasa Utara

8. Kota Manado

9. Kota Tomohon

10. Kabupaten Minahasa Tenggara

11. Kabupaten Bolmong Utara

12. Kabupaten SITARO

13. Kota Kotamobagu

14. Kabupaten Bolmong Selatan

15. Kabupaten Bolmong Timur
BKKBD
Badan KB dan PP

Badan KB, PP dan PA

Badan KB dan PP

Badan KB dan PP

Badan KB, PP dan PA

Badan PP dan KB

Badan KB dan PP

Badan KB dan PP

Badan KB dan PKS

Badan PMD, PP dan KB

Badan PP dan KB

Badan PMD, KB dan PP

Badan PMD, KB dan PA

Badan PMD, KB, PP dan PA

Motoboi Kecil Jl. Darausman Kec. Kotamobagu Selatan

Jl. Manguni No. 9 Tondano

Jl. Baru Tona Tahuna

Kantor Bupati Kab. Kepulauan Talaud

Jl. Trans Sulawesi No. 19 Pondang Amurang

Jl. A. Mononutu No. 9 Airmadidi Atas Kec. Airmadi

Kel. Tingkulu Lingk. III No. 25 Kec. Wanea

Kel. Kakaskasen III Kec. Tomohon Utara

Jl. Raya Ratahan

Jl. Trans Sulawesi Buroko
Kec. Tagulandang
Kantor Walikota Kotamobagu


2.1.5 Mitra Kerja

Untuk mencapai visi dan misi tersebut BKKBN bekerja sama dengan dengan beberapa komponen institusi baik pemerintah maupun swasta, suntuk penggarapan program KKB di daerah masing-masing, yaitu : (BKKBN Prov. Sulut 2014)

1. Kementrian Kesehatan RI

2. Tentara Nasional Indonesia

3. PT. BRI Persero

4. Kementrian Agama

5. Kualisi Kependudukan

6. TP-PKK

7. DPP-KNPI

8. Dinas Kesehatan prov. Sulut

9. Biro kesra Pemprov. Sulut

10. Radio Republik Indonesia (RRI)

11. Musliman NU

12. LKKNU

13. PP Aisyah

14. POLRI

15. Pengurus Pusat Badan Kontak Majelis Taklim

16. Kwartir Daerah Gerakan Pramuka (KDGP)

17. KPA Gemim

18. KPKR Gemim

19. WKI Sinode Gemim

20. Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI)

21. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI)

22. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DTKT)

23. Forum Kependudukan Antar Umat Beragama (FKUB)

24. Pimpinan Wilayah Daerah Muhammadiyah Sulawesi Utara

25. RSUD kota Bitung

2.1.6 Ketenagaan

Kantor BKKBN prov. Sulut memiliki sebanyak 63 pegawai dengan tingkat pendidikan yang beragam.

Tabel 1 Distribusi Tenaga Kerja di BPPKP Kota Manado Menurut Tingkat Pendidikan

No.

Ketenagakerjaan

Jumlah Tenaga

1. Doktor (S3) -
2. Master (S2) 1
3. Sarjana (S1) 38
4. Diploma (D3) 16
5. Non Sarjana 8
Jumlah 63

(sumber: BPPKP Kota Manado, 2010)



BAB III HASIL KEGIATAN

3.1 Uraian Kegiatan

Selama mengikuti kegiatan magang yang berlangsung sejak 13 Januari – 12 Februari 2014 dengan penempatan magang di Badan Kependudukan dan Keluaga Berencana Provinsi Sulawsi Utara, maka dapat dilaporkan kegiatan yang dilakukan secara umum antara lain:

1. Melaporkan pelaksanaan kegiatan magang kepada bagian Kepegawaian di BkkbN Provinsi Sulawesi Utara.

2. Mengadakan pertemuan dan pengarahan dari Kapala Bagian Latbang tentang pengenalan umum dari Bagian Latbang serta tugas dan fungsi dari Latbang.

3. Melakukan pembimbingan dengan pembimbing lapangan.

4. Memberikan bantuan bersama pegawai BkkbN, pada pegawai yang menjadi korban banjir dan sekaligus melihat seberapa besar dampak yang ditimbulkan terkait dengan bencana alam yang sedang terjadi di manado, khusus untuk pegawai BkkbN yang terkena banjir.

5. Membantu memasak bersama pegawai BkkbN untuk korban bencana dan para pegawai yang turut membantu membersihkan rumah para pegawai BkkbN yang menjadi korban banjir.

6. Mengadakan diskusi dengan kepala Subid. Penyusunan Parameter Pengendalian Penduduk terkait dengan tugas dan fungsi dan program Dalduk dalam mendukung Visi, Misi dari BkkbN.

7. Mengikuti pelayanan KB di kantor BkkbN.

8. Mengikuti pelayanan pemasangan KB di desa Werdhi Agung,

9. Mengikuti pelatihan Tokoh Agama bagi Pendeta/Pastor/Gembala/Imam se-Provinsi sulut tentang KKB, yang dilaksanakan di Balai Pelatihan dan Pengembangan BkkbN.



3.2 Masalah yang didapati

Berdasarkan hasil observasi dan diskusi di BKKBN Prov. Sulut khusunya pada bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, masalah yang ditemui dalam pelaksanaan program Pusat Informasi dan Konsultasi Remaja (PIK-R): penyelenggara PIK-R belum menyadari tentang pentingnya penanaman Gizi pada Remaja, sehingga materi yang diberikan pada saat pelatihan PIK-R mencakup :

1. 8 fungsi keluarga

2. Seksualitas

3. NAPZA

4. HIV dan AIDS

Dalam hal ini penulis ingin menghimbau kepada pihak penyelenggara program PIK-R untuk menambahkan materi tentang Gizi pada Remaja, agar remaja dapat lebih memahami tentang pentingnya menjaga pola makan dan lebih memperhatikan asupan nutrisinya.

Berdasarkan masalah yang didapati, adapun alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa kegiatan, yaitu:

a. Mengaktifkan kembali PIK-R di sekolah.

b. Bekerja sama dengan SKPD-KB Kab/Kota untuk membuat follow up lanjutan ke sekolah terkait dengan kegiatan yang dilakukan PIK-R.

c. Menambah substansi atau isi pesan yang akan diberikan pada saat pelatihan dengan materi penunjang tentang Gizi pada remaja.

d. Bekerjasama dengan Stakeholder terkait yang nantinya dapat memberikan substansi materi tentang gizi remaja (Dinkes).

e. Melatih pendidik sebaya dan konselor sebaya dalam upaya memberikan informasi tentang pentingnya gizi pada remaja.



3.4 Kontribusi Bagi Instansi dan Peserta Magang

3.4.1 Kontribusi bagi Instansi

1. Instansi dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu penyelesaian tugas-tugas yang ada sesuai dengan kebutuhan di unit kerja masing-masing.

2. Dengan adanya magang, instansi dapat memperoleh masukan yang bermanfaat dari peserta magang.

3. Turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pendidik perguruan tinggi dalam menciptakan kelulusan yang berkualitas, terampil dan memiliki pengalaman kerja.

3.4.2 Kontribusi bagi Peserta Magang

1. Dengan dilaksanakannya magang, peserta dapat memperkaya ilmu dalam kaitannya dengan Keluarga Berencana dan khususnya BKR.

2. Memperoleh pengetahuan secara menyeluruh tentang bagaimana orientasi kerja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana.

3. Selain itu juga dapat memberikan pengalaman kerja dan keterampilan bagi Mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat

4. Mahasiswa/i mampu dan dapat belajar bekerjasama dengan orang lain dalam satu tim serta memperoleh manfaat baik bagi peserta magang dan BKKBN